Rss

Senin, 28 Januari 2013

“PEMUDA & PERUBAHAN”



Banyak slogan yang menggambarkan bahwa pemuda merupakan aset bangsa untuk masa nanti. Diantaranya  seperti “Pemuda adalah Tonggak untuk menuju Perubahan”. Mengapa harus pemuda? Karena memang jelas bahwa dalam diri pemudalah adanya sifat-sifat heroik yang bisa menggempur dunia dengan ide dan partisipasinya.
Dapat kita lihat begitu banyak para Sahabat Rasulullah yang mengukir sejarah pada dunia dengan usia mudanya. Contoh Abdullah bin Abbas, Ali bin abi thalib, Zaid bin haritsah, Mush’ab bin Umair , Saad bin Abi Waqqash dan yang tidak asing lagi bagi kita yaitu Muhammad Al Fatih Sang Penakluk Konstantinopel. Sang Penakluk yang namanya menjadi batu loncatan semangat para pemuda untuk menaklukkan kota Roma.
Hari ini marilah kita lihat fakta yang diberikan Negara Indonesia yang kita cintai, pemuda-pemuda yang seharusnya menjadi aset bangsa malah dirusak dengan berbagai macam cara. Adanya penyebaran Narkoba yang tidak selesai-selesai dibasmi, banyaknya pangkalan atau cafe-cafe yang menyajikan minuman keras, banyak tawuran sana sini. Bahkan lebih parah banyaknya tempat-tempat prostitusi yang dijadikan “base camp” para pemuda. Naudzubillah!!
Inikah pemuda-pemuda yang dikatakan tonggak perubahan??? Sekali-kali bukan!!
Pemuda yang bisa melanjutkan estafet perjuangan dari Rasulullah dan para sabahatnya hanyalah pemuda yang beraqidah islam dan menjadikan dakwah sebagai poros utama kehidupan, yang mempunyai semangat juang yang tinggi, yang bisa mengemban dakwah dengan pemahaman Ideologi yang shohih yaitu Ideologi Islam. Pemuda seperti inilah yang bisa mendobrak dunia dan menjalankan proyek terbesar yang Allah SWT percayakan. Proyek besar??? Ya, Proyek besar yang dimana kita akan menghancurkan bangunan-bangunan jahiliyah dan menggantikannya dengan bangunan Islam yang berdiri megah, tangguh & kokoh.
Pemuda seperti inilah yang bisa menegakkan kembali panji-panji Rasulullah kita tercinta, yang bisa menyebarkan Islam ke berbagai penjuru dunia dengan keyakinan yang kuat, yang bisa menjalankan Agenda besar umat islam yaitu Perubahan Dunia secara Global. Perubahan yang dengan itu kemuliaan Islam akan kembali lagi dalam tangan umat muslim. Perubahan dalam naungan Khilafah Minjah An Nubuwwah dan di bawah pimpinan seorang khalifah.
Hendaklah para pemuda mengikuti semangat para shahabat Rasulullah dalam menegakkan Islam kembali dan menguasai dunia. Hendaklah mereka membangunkan para pemuda yang lain untuk sama-sama berjuang dan “mengaumkan” dunia dengan Syariah dan Khilafah seperti yang dilakukan oleh Muhammad Al Fatih!!
Siapakah Muhammad Al Fatih kedua untuk menaklukkan kota ROMA??? Mari berlomba kawan, Kota Roma menanti Anda!!

                                                                                    Bintang Kecil Perindu Khilafah
                                                                                                Muslimah Revolt

Minggu, 27 Januari 2013

BAGAIMANA MERUJUK PADA ULAMA SALAF?


Kita acapkali mendengar bahwa sudah selayaknya kaum Muslim merujuk kepada para ulama salaf. Lalu siapakah sebenarnya ulama salaf itu?

Jawab:

Salaf secara harfiah berarti madhâ (berlalu), juga berarti generasi pendahulu seseorang.[1] Menurut Ibn Manzhur, salaf mempunyai dua konotasi: Pertama, setiap amal salih yang dipersembahkan oleh seseorang sehingga amal tersebut menjadi peninggalannya. Kedua, nenek moyang yang telah mendahului Anda, atau kerabat Anda, yang usia dan kemuliaannya berada di atas Anda. Karena itu, generasi pertama Islam, yaitu para sahabat dan tâbi‘în, disebut Salaf Shâlih.[2] 

Prof. Dr. Muhammmad Rawwas Qal'ah Ji, dalam Mu'jam Lughat al-Fuqahâ', menyatakan bahwa istilah salaf bukan hanya untuk para sahabat dan tâbi‘în, melainkan termasuk para tâbi‘ at-tâbi‘în serta imam mujtahid terdahulu yang (ijtihadnya) bisa diterima.[3]

Dengan konotasi seperti ini, ulama salaf itu meliputi generasi sahabat, generasi tâbi‘în, generasi tâbi‘ at-tâbi‘în, dan para imam mujtahid. Selain generasi ini, dalam khazanah keilmuan Islam, disebut dengan istilah khalaf. Artinya, khalaf juga merupakan kebalikan salaf. Khalaf sendiri secara harfiah berarti pengganti, di belakang, atau yang ditinggalkan. Dari sini, Prof. Dr. Muhammad Rawwas Qal'ah Ji menyatakan bahwa khalaf berarti generasi ulama pasca tâbi‘ at-tâbi‘în.[4] Dengan konotasi seperti ini, maka para ulama klasik seperti Ibn Hazm (w. 1064 M), al-Ghazali (w. 1111 M), as-Sarahsi (w. 1112 M), ar-Razi (w. 1228 M), Ibn Qudamah (w. 1242 M), an-Nawawi (w. 1277 M), Ibn Taimiyah (w. 1328 M), Ibn Hajar al-Asqalani (w. 1474 M) dan sebagainya termasuk dalam kategori ulama khalaf. 

Hanya saja, persoalannya bukan terletak pada status salaf atau khalaf sehingga salaf pasti lebih baik daripada khalaf. Sebab, generasi khalaf pun berhak mendapatkan status kemuliaan sebagaimana yang diperoleh oleh generasi salaf, seperti yang telah dinyatakan dalam Hadis Nabi saw.:

«أَتَدْرُوْنَ أَيَّ أَهْل الإِيْمَانِ أَفْضَلُ إِيْمَانًا؟... قاَلَ: أَقْوَامٌ يَأْتُوْنَ مِنْ بَعْدِيْ فِي أَصْلاَبِ الرِّجَالِ فَيُؤْمِنُوْنَ بِيْ وَلمَ ْيَرَوْنِي، وَيَجِدُوْنَ الْوَرَقَ الْمُعَلَّقَ فَيَعْمَلُوْنَ بِمَا فِيْهِ» 

"Tahukan kalian, siapakah orang beriman yang paling baik keimanannya?"....Beliau menjawab, "Suatu kaum yang datang setelahku sebagai orang-orang yang kuat; mereka mengimaniku, sekalipun tidak pernah melihatku; mereka menemukan kertas yang tergantung, lalu melaksanakan isinya." (HR al-Hakim).

Hadis ini dengan jelas menyatakan status keimanan generasi pasca sahabat, termasuk di dalamnya generasi khalaf, yang dinobatkan sebagai generasi paling baik keimanannya, karena mereka melaksanakan isi kertas yang tergantung, yaitu al-Quran dan as-Sunnah, dalam kehidupan mereka. Mereka memang tidak pernah hidup pada zaman Nabi saw. dan tidak sempat bertemu beliau, tetapi mereka mengimaninya dan melaksanakan seluruh ajarannya. Artinya, masalahnya bukan terletak pada status salaf (terdahulu) dan khalaf (belakangan) mereka, tetapi pada keteguhan mereka dalam mengimplementasikan seluruh ajaran yang dibawa oleh Rasul saw. 

MAKSUD MERUJUK PADA ULAMA SALAF 

Allah memang menciptakan manusia dengan potensi intelektual yang berbeda satu sama lain. Karena itu, Allah memerintahkan agar yang potensi intelektualnya kurang bertanya kepada orang yang mempunyai potensi intelektual lebih. Allah Swt. berfirman:

]فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لاَ تَعْلَمُونَ[

Bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kalian tidak mengetahui. (QS an-Nahl [16]: 43).

Nabi saw. juga bersabda: 

«أَلمَ يَكُنْ شِفَاءُ الْعَيِّ السُّؤَاْلُ» 

Bukanlah obat bagi orang yang buta (tidak tahu) itu adalah bertanya? (HR al-Hakim).

Karena itu, taklid dalam keberislaman seseorang memang telah dimaklumi kebolehannya. Hanya saja, tetap harus dibedakan antara persoalan akidah dan hukum. Dalam akidah, taklid tidak diperbolehkan, sementara dalam persoalan hukum diperbolehkan. Sebab, terdapat banyak nash yang melarang taklid dalam berakidah, sementara dalam berhukum tidak; sekalipun tentu ini bukan merupakan perintah asal bagi setiap mukallaf. 

Meski demikian, tetap harus dicatat, bahwa kebolehan taklid kepada orang bukan berarti mengikuti orangnya, melainkan mengikuti pendapat dan pandangan yang menjadi ijtihadnya. Sebab, setiap manusia wajib mengikat seluruh perbuatannya dengan hukum Allah, baik dengan cara berijtihad sendiri ataupun bertaklid kepada mujtahid lain. Jika seorang Abu Hanifah, Malik, as-Syafi'i atau Ahmad, misalnya, bukan mujtahid, maka taklid kepada mereka tentu tidak diperbolehkan. 

Karena itu, status mengikuti ulama bisa diklasifikasikan menjadi dua: (1) taklid; jika ulama yang diikuti adalah seorang mujtahid; (2) ta'lîm wa ta'allum (belajar-mengajar); jika ulama yang diikuti bukanlah seorang mujtahid. Meski demikian, masing-masing ulama tersebut tetap harus memenuhi kualifikasi adil dan 'alîm (berilmu).[5]

Dari sini, bisa disimpulkan, bahwa maksud merujuk kepada ulama salaf tidak lain adalah mengikuti pendapat dan pandangan mereka, bukan mengikuti individu mereka; atau mengikuti hukum dan pandangan yang menjadi ijtihad mereka, bukan pandangan yang lahir dari hawa nafsu mereka. Karena itu, keilmuan mereka yang digunakan untuk berijtihad, yang ditopang dengan keadilan mereka—sebagaimana yang dikemukakan oleh Imam al-Ghazali[6]—menjadikan mereka sebagai rujukan dan panutan generasi setelah mereka. 

Mengikuti pendapat dan pandangan ulama salaf tidak serta-merta karena figur kesalafannya, yang oleh Imam Ali k.w. disebut rijâl, tetapi karena aspek kebenaran pendapat dan pandangan (al-haqq)-nya, dan baru bisa dinilai; apakah rijâl (figur salaf atau khalaf) tersebut benar atau salah. Untuk mengetahui aspek kebenaran pendapat dan pandangan (al-haqq)-nya itu tidak ada jalan lain melainkan dengan menganalisis kuat-lemahnya dalil yang menjadi sandarannya. Imam Ali pernah menyatakan:

«إِنَّ الْحَقَّ لاَ يُعْرَفُ بِالرِّجَالِ اَعْرِفِ الْحَقَّ تَعْرِفِ أَهْلَهُ»

Sesungguhnya kebenaran itu tidak bisa diketahui melalui figur (orang)-nya. Ketahuilah kebenaran itu, baru kamu akan mengetahui orangnya. (Dikeluarkan oleh al-Manawi dalam Faydh al-Qadîr). 

Kenyataan inilah yang menjadi alasan para ulama ushul menolak menjadikan mazhab sahabat sebagai dalil syariat, tetapi hanya sebatas hukum yang dihasilkan oleh sahabat, sebagaimana lazimnya mujtahid yang lain. Karena itu, statusnya sama; sama-sama mempunyai potensi benar dan salah. Ini berbeda dengan apa yang disepakati oleh para sahabat, yang kemudian dikenal dengan Ijma Sahabat. Yang terakhir ini merupakan dalil syariat yang pasti benar.

Akan tetapi, ini juga tidak berarti bahwa mengikuti mereka tidak penting, karena yang penting hanya mengikuti dalil. Sikap demikian hanya akan memutus mata rantai keilmuan syariat yang dibutuhkan untuk memahami dalil-dalil syariat tersebut, sebagaimana yang lazim disuarakan oleh kalangan Muslim Liberal. Sebab, harus diakui bahwa untuk memahami dan menggali dalil agar bisa dikeluarkan menjadi produk hukum syariat hanya bisa dilakukan dengan metode berpikir 'aqliyyah (rasional), yang meniscayakan adanya informasi kesyariatan. Informasi kesyariatan itu sendiri meniscayakan peranan ulama salaf, yang telah berjasa mensistematisasikan khazanah keilmuan Islam yang luar biasa itu. Karena itu, apapun upaya yang dilakukan untuk memahami dan menggali dalil syariat, tanpa bantuan keilmuan mereka, hanyalah upaya yang sia-sia.

Wallâhu a‘lam![HAR]

--------------------------------------------------------------------------------
CATATAN KAKI

[1] Ar-Râzi, Mukhtâr as-Shihhâh, Maktabah Lubnân, Beirut, 1999, hal. 272; Ibn Mandhûr, Lisân al-'Arab, Dâr al-Fikr, Beirut, t.t., juz IX, hal. 158-159.

[2] Ibn Mandhûr, Ibid, juz IX, hal. 158-159.

[3] Prof. Dr. Muhammad Rawwâs Qal'ah Ji, Mu'jam Lughat al-Fuqahâ', Dâr an-Nafâ'is, Beirut, cet. I, 1996, hal. 222.

[4] Prof. Dr. Muhammad Rawwâs Qal'ah Ji, Mu'jam Lughat al-Fuqahâ', Dâr an-Nafâ'is, Beirut, cet. I, 1996, hal. 222.

[5] Al-Ghazâli, al-Mustasfa fi 'Ilm al-Ushûl, Dâr al-Kutub al-'Ilmiyyah, Beirut, 2000, hal. 373.

[6] Ibid, hal. 373

Sabtu, 26 Januari 2013

Sekilas tentang Thibbun Nabawi

Thibbun Nabawi? Nama apa itu? Mungkin orang-orang awam belum mengerti apa itu thibbun nabawi. Tetapi dalam dunia kesehatan Thibbun Nabawi sudah sering terdengar. Disini saya akan mengupas sedikit tentang apa sih Thibbun Nabawi itu? Penting ga sih dalam kehidupan kita?
Thibun nabawi adalah tata cara pengobatan Rosululloh SAW. Pada masa sekarang ini telah banyak orang yang melupakan atau mungkin belum mengenal thibbun nabawi, hal ini disebabkan karena semakin jauhnya umat islam sendiri dari agamanya ditambah lagi dengan pesatnya perkembangan zaman dan semakin modernnya teknologi pada dunia medis, sehingga banyak umat islam menganggap bahwa tata cara pengobatan warisan Rosululloh SAW sudah ketinggalan zaman dan tidak berlaku lagi untuk masyarakat modern, padahal jika kita sebagai umat islam mau mempelajari dan memahami thibbun nabawi niscaya akan banyak hikmah dan manfaat yang akan kita dapatkan khususnya dalam dunia pengobatan, selain itu tentunya kita juga akan mendapatkan bonus pahala sunah.
  • Konsep dasar Thibbun Nabawi:
  • Mencegah timbulnya penyakit
  • Mengkonsumsi makanan berkualitas & bergizi dengan Balance Nutrition=
  • Tidak mengkonsumsi makan beracun & racun
  • Melakukan pengobatan & pembuangan racun dalam tubuh
Konsumsilah makan yang berkualitas, seperti :

  1. Qs. Al Anbiya : 30 —— dari air kita jadikan sesuatu yang hidup
  2. Qs. Al Baqarah : 233 —— memberi ASI hingga umur 2 tahun
  3. Qs. An Nahl —— membiasakan minum madu secara rutin
  4. HR Abu Daud —— minum susu
  5. HR Bukhari Muslim & Tirmidzi —— konsumsi minyak habbatussauda dan zaitun membiasakan mengkonsumsi herbal
Adapun Terapi Thibbun Nabawi yang dilakukan Rasulullah :

  1. Al Hijamah / Bekam
  2. Ruqyah
  3. Memperlancar BAB dan BAK
  4. Terapi madu dan Al Qur’an
  5. Bedah / operasi
  6. Berobat ke dokter dengan pengobatan yang halalan toyyiban
Semua jenis obat dan tata cara pengobatan tersebut tentunya akan berhasil secara maksimal jika kita meyakininya secara total baik dengan hati maupun pikiran, seperti pernyataan Ibnul Qoyim Al –Juziyah bahwa keyakinan adalah doa. Dalam islam atau dalam thibbun nabawi kita memiliki keyakinan dan doa kepada Allah. Dengan obat dan tata cara pengobatan yang tepat, dosis yang sesuai sekaligus disertai keyakinan yang diiringi dengan doa, Insya Allah tidak ada penyakit yang tidak dapat diobati, kecuali penyakit yang membawa kematian

Langit & Bintang

Langit & Bintang itu tidak akan terpisah...
Dimana ada langit pasti ada bintang...
Malam yang menyatukan mereka dalam Pelukan-Nya..
Dan di hiasi oleh bulan...
Tetapi, kadang sering di tutupi oleh "Awan" & "mendung"...

Bintang...
Begitu banyak menghiasi langit...
Tapi.. Hanya 1 yang paling terang memancarkan cahaya-Nya...
Jangan tertipu akan kemilau bintang lain yang cahayanya masih "Berkedip"..

Aku...
Aku ingin seperti satu bintang itu..
Bintang yang tidak pernah lelah memancarkan cahaya-Nya...
Bintang yang tidak pernah letih menemani Langit dalam pelukan malam...
Bintang yang tidak pernah mengeluh memancarkan cahaya-Nya yang paling terang untuk menghiasi langit,,,

Tapi...
Tahukah Engkau kawan...
Bintang yang memancarkan cahaya yang paling terang itu konon "umurnya" pendek sehingga dalam waktu yang singkat akan padam dan akan meninggalkan langit,,,

Bintang...
Bintang tidak akan pernah lupa...
Langitnya hanya 1...

Langit...
Apakah Engkau akan melupakan Bintang itu???
Hanya "Langit" yang bisa menjawabnya..

Jumat, 25 Januari 2013

Tokoh Inspiratif -- Siti Aisyah binti Abu Bakar

Siti Aisyah memiliki gelar ash-Shiddiqah, sering dipanggil dengan Ummu Mukminin, dan nama keluarganya adalah Ummu Abdullah. Kadang-kadang ia juga dijuluki Humaira’. Namun Rasulullah sering memanggilnya Binti ash-Shiddiq. Ayah Aisyah bernama Abdullah, dijuluki dengan Abu Bakar. Ia terkenal dengan gelar ash-Shiddiq. Ibunya bernama Ummu Ruman. Ia berasal dari suku Quraisy kabilah Taimi di pihak ayahnya dan dari kabilah Kinanah di pihak ibu.

Sementara itu, garis keturunan Siti Aisyah dari pihak ayahnya adalah Aisyah binti Abi Bakar ash-Shiddiq bin Abi Quhafah Utsman bin Amir bin Umar bin Ka’ab bin Sa’ad bin Taim bin Murrah bin Ka’ab bin Lu’ay bin Fahr bin Malik. Sedangkan dari pihak ibu adalah Aisyah binti Ummu Ruman binti Amir bin Uwaimir bin Abd Syams bin Itab bin Adzinah bin Sabi’ bin Wahban bin Harits bin Ghanam bin Malik bin Kinanah.

Siti Aisyah lahir pada bulan Syawal tahun ke-9 sebelum hijrah, bertepatan dengan bulan Juli tahun 614 Masehi, yaitu akhir tahun ke-5 kenabian. Kala itu, tidak ada satu keluarga muslim pun yang menyamai keluarga Abu Bakar ash-Shiddiq dalam hal jihad dan pengorbanannya demi penyebaran agama Islam. Rumah Abu Bakar saat itu menjadi tempat yang penuh berkah, tempat makna tertinggi kemuliaan, kebahagiaan, kehormatan, dan kesucian, dimana cahaya mentari Islam pertama terpancar dengan terang.

Dari perkembangan fisik, Siti Aisyah termasuk perempuan yang sangat cepat tumbuh dan berkembang. Ketika menginjak usia sembilan atau sepuluh tahun, ia menjadi gemuk dan penampilannya kelihatan bagus, padahal saat masih kecil, ia sangat kurus. Dan ketika dewasa, tubuhnya semakin besar dan penuh berisi. Aisyah adalah wanita berkulit putih dan berparas elok dan cantik. Oleh karena itu, ia dikenal dengan julukan Humaira’ (yang pipinya kemerah-merahan). Ia juga perempuan yang manis, tubuhnya langsing, matanya besar, rambutnya keriting, dan wajahnya cerah.

Tanda-tanda ketinggian derajat dan kebahagiaan telah tampak sejak Siti Aisyah masih kecil pada perilaku dan grak-geriknya. Namun, seorang anak kecil tetaplah anak kecil, dia tetap suka bermain-main. Walau masih kecil, Aisyah tidak lupa tetap menjaga etika dan adab sopan santun ajaran Rasulullah di setiap kesempatan.

Pernikahan Rasulullah dengan Siti Aisyah merupakan perintah langsung dari Allah, setelah wafatnya Siti Khadijah. Setelah dua tahun wafatnya Khadijah, turunlah wahyu kepada kepada Rasulullah untuk menikahi Aisyah, kemudian Rasulullah segera mendatangi Abu Bakar dan istrinya, mendengar kabar itu, mereka sangat senang, terlebih lagi ketika Rasulullah setuju menikahi putri mereka. Maka dengan segera disuruhlah Aisyah menemui beliau.

Pernikahan Rasulullah dengan Siti Aisyah terjadi di Mekkah sebelum hjirah pada bulan Syawal tahun ke-10 kenabian. Ketika dinikahi Rasulullah, Siti Aisyah masih sangat belia. Di antara istri-istri yang beliau nikahi, hanyalah Aisyah yang masih dalam keadaan perawan. Aisyah menikah pada usia 6 tahun. Tujuan inti dari pernikahan dini ini adalah untuk memperkuat hubungan dan mempererat ikatan kekhalifahan dan kenabian. Pada waktu itu, cuaca panas yang biasa dialami bangsa Arab di negerinya menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan fisik anak perempuan menjadi pesat di satu sisi. Di sisi lain, pada sosok pribadi yang menonjol, berbakat khusus, dan berpotensi luar biasa dalam mengembangkan kemampuan otak dan pikiran, pada tubuh mereka terdapat persiapan sempurna untuk tumbuh dan berkembang secara dini.

Pada waktu itu, karena Siti Aisyah masih gadis kecil, maka yang dilangsungkan baru akad nikah, sedangkan perkawinan akan dilangsungkan dua tahun kemudian. Selama itu pula beliau belum berkumpul dengan Aisyah. Bahkan beliau membiarkan Aisyah bermain-main dengan teman-temannya. Kemudian, ketika Aisyah berusaha 9 tahun, Rasulullah menyempurnakan pernikahannya dengan Aisyah. Dalam pernikahan itu, Rasulullah memberikan maskawin 500 dirham. Setelah pernikahan itu, Aisyah mulai memasuki rumah tangga Rasulullah.

Pernikahan seorang tokoh perempuan dunia tersebut dilangsungkan secara sederhana dan jauh dari hura-hura. Hal ini mengandung teladan yang baik dan contoh yang bagus bagi seluruh muslimah. Di dalamnya terkandung hikmah dan nasehat bagi mereka yang menganggap penikahan sebagai problem dewasa ini, yang hanya menjadi simbol kemubaziran dan hura-hura untuk menuruti hawa nafsu dan kehendak yang berlebihan.

Dalam hidupnya yang penuh jihad, Siti Aisyah wafat dikarenakan sakit pada usia 66 tahun, bertepatan dengan bulan Ramadhan, tahun ke-58 Hijriah. Ia dimakamkan di Baqi’. Aisyah dimakamkan pada malam itu juga (malam Selasa tanggal 17 Ramadhan) setelah shalat witir. Ketika itu, Abu Hurairah datang lalu menshalati jenazah Aisyah, lalu orang-orang pun berkumpul, para penduduk yang tinggal di kawasan-kawasan atas pun turun dan datang melayat. Tidak ada seorang pun yang ketika itu meninggal dunia dilayat oleh sebegitu banyak orang melebihi pelayat kematian Aisyah.

IDEOLOGI ISLAM


Hakikat Ideologi

Secara harfiah, kata idelogi bukan berasal dari islam. Istilah ini berasal dari bahasa Yunani, idea dan logos; Idea berarti gagasan, sedangkan logos berarti pengetahuan. Dalam istilah politik, ideologi adalah sistem yang menyangkut filsafat, ekonomi, politik, kepercayaan sosial dan ide-ide. Atau dalam ungkapan yang lebih sederhana bisa didefinisikan dengan pemikiran yang mendasar, yang tidak dibangun berdasarkan pemikiran lain. Pemikiran mendasar seperti ini adalah pemikiran dasar (ushûl), bukan cabang (furû'), sekalipun kadang ada pemikiran cabang yang bisa menghasilkan pemikiran lain, seperti Patriotisme, Nasionalisme dan sebagainya. Pemikiran cabang seperti ini, memang bisa menghasilkan pemikiran lain, tetapi tidak otomatis akan menjadikannya sebagai ideologi, karena pemikiran tersebut bukan pemikiran dasar. Pemikiran ini hanya layak disebut kaidah (qâ'idah), bukan ideologi (mabda').

Adapun pemikiran ushûl, dalam pandangan ulama' Usuludîn adalah akidah; pemikiran yang menyeluruh tentang alam, manusia dan kehidupan, serta apa yang ada sebelum kehidupan (Allah), dan apa yang ada setelahnya (Hari Kiamat), berikut semuanya hubungan dengan sebelum dan sesudah kehidupan (syariat dan hisâb/perhitungan amal). Karena pemikiran ushul ini merupakan asas kehidupan; jika manusia melihat pada dirinya, misalnya, dia akan menemukan, bahwa dia hidup di alam, maka selama dia tidak mempunyai pemikiran mengenai dirinya, kehidupan dan alam yang ada di sekelilingnya, dari aspek ada dan penciptaannya, maka dia tidak akan mampu memunculkan pemikiran yang layak untuk dijadikan asas kehidupannya.

Hanya saja tidak semua pemikiran akidah bisa menjadi ideologi, kecuali pemikiran akidah yang rasional; akidah yang lahir dari pembahasan rasional. Jika akidah tersebut merupakan dogmatis atau doktriner, maka ia tidak akan pernah menjadi pemikiran, karena tidak mempunyai realitas, dan karena itu tidak disebut pemikiran yang menyeluruh, sekalipun disebut akidah. Contohnya, pemikiran mengenai eksistensi tiga oknum Tuhan, Bapak, Anak dan Roh Kudus, diyakini sama dengan satu, adalah pemikiran yang tidak bisa dibuktikan realitasnya. Sebab, secara logis satu berbeda dengan tiga, dan terbukti secara riil, satu adalah satu, dan tiga adalah tiga, dimana masing-masing adalah realitas yang berbeda. Maka, menyatakan ide trinitas sebagai ide ketuhanan yang maha esa, jelas bertentangan dengan realitas. Karena itu, akidah seperti ini hanya diterima sebagai dogma dan doktrin kebenaran, bukan sebagai hasil pembahasan rasional, yang terbukti realitasnya. Dengan demikian, akidah seperti ini tidak layak menjadi ideologi.

Selain definisi di atas, ideologi juga bisa didefinisikan dengan akidah rasional yang mampu memancarkan sistem. Maka, bisa disimpulkan bahwa Islam adalah ideologi, karena akidahnya merupakan akidah rasional yang mampu memancarkan sistem, yaitu akumulasi hukum syara' untuk menyelesaikan permasalahan hidup. Masalah hubungan manusia dengan tuhannya, dirinya sendiri dan juga sesamanya. Dengan demikian, Islam bukan hanya agama, tetapi juga ideologi. Berbeda dengan Kristen, Yahudi, maupun yang lain, atau Kapitalisme dan Sosialisme. Kristen dan Yahudi hanyalah agama; masing-masing hanya mengajarkan spiritualisme, tanpa sistem yang mampu menyelesaikan seluruh permasalahan hidup manusia. Sementara Kapitalisme dan Sosialisme adalah ideologi, bukan agama, karena tidak mampu menyelesaikan masalah spiritualitas manusia yang muncul dari naluri beragama mereka.

Maka, menyatakan ideologi sebagai ciptaan akal manusia, semata karena melihat Kapitalisme dan Sosialisme, kemudian digeneralisir untuk menyebut semua ideologi adalah produk akal jelas merupakan kesalahan logis. Ideologi memang pemikiran yang bersemayam pada benak manusia, tapi sumber pemikiran itu bisa dari kejeniusan akal, dan bisa pula dari wahyu Allah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. Islam sebagai ideologi yang terbukti ketangguhannya sepanjang zaman, baik ketika diemban oleh negara maupun tidak, adalah ideologi yang bukan merupakan produk akal manusia, melainkan dari wahyu Allah SWT semata (lihat QS. Al Baqarah 32, QS. Al Mukmin 2, dan QS. An Najm 3-4, QS. An Nahl 44).

Demikian juga menyamakan Islam dengan Kristen dan Yahudi, karena masing-masing sama-sama merupakan agama yang mengajarkan spiritualitas juga jelas merupakan kesalahan analitis. Sebab, Kristen dan Yahudi tidak mempunyai konsepsi kehidupan, selain konsepsi keakhiratan, dan masing-masing agama ini tidak mempunyai sistem untuk menyelesaikan seluruh permasalahan kehidupan. Lebih-lebih kemudian menyamakan Islam dengan Kristen dan Yahudi sebagai sumber konflik, karena itu Islam harus dijauhkan dari wilayah politik, dan dikembalikan pada relnya sebagai ajaran spiritual yang berfungsi mencerahkan jiwa, jelas merupakan kesalahan logika yang sangat fatal. Semuanya ini merupakan kesalahan berfikir yang sengaja ditanamkan oleh para pengemban ideologi Kapitalis dan Sosialis, alias orang-orang kafir imperialis, dengan tujuan licik agar umat Islam tidak bisa bangkit membebaskan diri dari cengkeraman penjajahan mereka.

Realitas Akidah Islam sebagai Ideologi

Sebagai ideologi, akidah Islam adalah akidah rasional yang mampu memancarkan sistem. Rasionalitas akidah Islam ini, bisa dibuktikan dengan tidak adanya kontradiksi antara apa yang diyakini dengan realitasnya, dan bisa dibuktikan. Keyakinan mengenai adanya Allah sebagai pencipta alam, manusia dan kehidupan, misalnya, sesuai dengan realitas alam, manusia dan kehidupan itu sendiri yang terbatas. Dengan keterbatasannya, masing-masing membutuhkan kepada yang lain. Tentu, yang dibutuhkan adalah zat yang tidak terbatas, baik waktu, tempat maupun yang lain. Maka, yang dibutuhkan pasti zat yang azali (azaliyu al-wujûd), yang ada dengan sendirinya (wâjib al-wujûd) dan tidak didahului yang lain. Dia bukan makhluk (makhlûq), bukan pencipta dirinya sendiri (khâliq li nafshi), tetapi azali (azaliyu al-wujûd). Dialah Allah SWT. zat yang Maha Esa, tidak beranak, dan tidak diperanakkan. Allah berfirman:

 "Katakanlah: "Dia-lah Allah, Yang Maha Esa, Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya, segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tiada pula diperanakan, dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia". (Q.s. al-Ikhlâs [112]: 1-4).
Allah juga berfirman:
"Dialah Yang Awal dan Yang Akhir, Yang Zhahir dan Yang Bathin, dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu." (Q.s. al-Hadîd [57]: 3)
Sedangkan keyakinan mengenai al-Qur'an sebagai firman Allah, sesuai dengan realitas al-Qur'an yang merupakan kitab suci berbahasa Arab. Sebagai kitab suci yang berbahasa Arab, ada tiga kemungkinan bagi al-Qur'an: Pertama, al-Qur'an adalah kata-kata orang Arab (kalâm al-'Arab), dan kemungkinan ini jelas batil, karena terbukti sejak diturunkannya al-Qur'an hingga sekarang, atau sekitar 14 abad, tidak ada satu orang Arab pun yang bisa membuatnya, atau membuat satu surat sepertinya, padahal tantangan al-Qur'an
kepada mereka sejak turunnya tetap berlanjut sepanjang masa. Kedua, al-Qur'an adalah sabda Nabi Muhammad SAW. (kalâm Muhammad), dan kemungkinan ini juga batil, karena dua alasan: Pertama, Nabi Muhammad SAW adalah orang Arab, sehingga kepadanya berlaku tantangan terhadap bangsa Arab pada kemungkinan pertama tersebut, dan jika semua orang Arab terbukti tidak mampu, maka demikian juga dengan Nabi Muhammad SAW. Sebab, beliau merupakan bagian dari orang Arab. Kedua, dari mulut Rasul telah keluar dua nash yang berbeda, yaitu al-Qur'an dan as-Sunnah, sementara masing-masing mempunyai gaya bahasa yang berbeda. Jika keduanya keluar dari mulut yang sama, dan sabda atau kata orang yang sama, tentu keduanya pasti sama, dari sisi gaya bahasa dan ungkapannya. Ternyata, masing-masing sangat jauh perbedaannya. Maka, jelas al-Qur'an bukan merupakan sabda atau kata-kata Nabi Muhammad SAW. Ketiga, al-Qur'an adalah firman Allah SWT. dan inilah realitas al-Qur'an, setelah dibuktikan dengan dua kemungkinan sebelumnya.
Allah juga berfirman:
"Dan sesungguhnya Kami mengetahui bahwa mereka berkata: "Sesungguhnya al-Qur'an itu diajarkan oleh seorang manusia kepadanya (Muhammad)". Padahal bahasa orang yang mereka tuduhkan (bahwa) Muhammad belajar kepadanya bahasa 'Ajam (bahasa non-Arab), sedangkan al-Qur'an adalah dalam bahasa Arab yang terang." (Q.s. an-Nahl [16]: 103).
Adapun keyakinan mengenai Nabi Muhammad saw. sebagai Nabi dan Rasul Allah adalah keyakinan yang dibangun berdasarkan realitas, bahwa beliaulah yang menyampaikan al-Qur'an, yang merupakan firman Allah SWT. Sementara tidak seorang manusiapun yang diberi tugas untuk menyampaikan kitab suci yang diturunkan Allah SWT, kecuali dia adalah seorang nabi dan Rasul yang diutus oleh-Nya.
Allah SWT. berfirman:
"Dan kami turunkan kepadamu (Muhammad) Al-Qur'an, agar kamu menerangkan kepda umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan." (Q.s. an-Nahl [16]: 44).
Keyakinan terhadap perkara di atas terbukti tidak bertentangan dengan realitas yang ada; ketiganya juga bisa dijangkau indra manusia. Sementara keyakinan terhadap malaikat, kitab-kitab terdahulu, rasul-rasul lain selain Nabi Muhammad SAW dan Hari Kiamat, adalah keyakinan yang juga tidak bertentangan dengan realitas yang diyakini. Karena keempat realitas tersebut dinyatakan keberadaannya oleh nash yang qath'i dan pasti benar, baik al-Qur'an dan as-Sunnah.
Hal ini dinyatakan oleh Allah SWT dalam firman-Nya:
"Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya, serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya. Barangsiapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari kemudian, maka sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya." (Q.s. an-Nisâ [4]: 136).

Ini jelas berbeda dengan kepercayaan pada hantu, misalnya, yang sama sekali tidak terbukti realitasnya, baik secara indrawi maupun penukilan yang dinyatakan oleh nash yang qath'i. Adapun keyakinan terhadap qadhâ' dan qadar, sebagaimana yang dibahas oleh Mutakallimin, sebagai perbuatan yang memaksa manusia, baik yang berasal darinya maupun yang menimpa dirinya, serta khasiyyât benda diciptakan Allah; dimana baik dan buruknya semata-mata dari Allah adalah keyakinan yang sesuai dengan realitas, baik perbuatan maupun benda.

Semuanya ini membuktikan rasionalitas akidah Islam sebagai keyakinan yang bulat, tidak bertentangan dengan realitas dan bersumber dari dalil. Dengan keyakinan yang rasional mengenai adanya Allah sebagai pencita alam, manusia dan kehidupan, serta keyakinan yang rasional mengenai al-Qur'an sebagai syariat yang diturunkan oleh Allah kepada Nabi Muhammad SAW agar disampaikan kepada seluruh umat manusia, sebagai standar akuntabilitas di hadapan Allah, serta Nabi Muhammad SAW sebagai Rasul, sang pembawa dan penjelas syariat, dan Hari Kiamat yang menjadi hari pembalasan dan perhitungan (hisâb), maka gambaran tersebut akan mempengaruhi tingkah lakunya dalam kehidupan, yang akan menempatkannya pada jalur yang benar dan konsisten. Pada saat itulah, visi dan misi hidupnya sebagai pengemban risalah yang agung dan mulia di muka bumi akan terwujud. Kemudian, sistem yang terpancar dari risalah tersebut akan ditegakkan di muka bumi dengan dorongan keyakinan yang bulat serta ketakwaan yang tinggi kepada Allah SWT. Inilah hakikat akidah rasional Islam, yang memancarkan sistem dalam kehidupan.

Dengan demikian, akidah Islam merupakan akidah yang dibangun berdasarkan akal. Sebab, setiap muslim dituntut agar mengimani semua perkara yang diyakininya dengan akal, baik secara langsung dengan akal maupun secara tidak langsung bila memang tidak bisa dijangkau oleh akal; yaitu dengan memahami realitas yang dinyatakan oleh dalil-dalil dari nash qath'i/pasti (Al Quran dan As Sunnah) yang telah dibuktikan kebenarannya dengan akal. Disamping itu akidah Islam juga sesuai dengan fitrah manusia. Sebab, akidah Islam mengakui kebutuhan manusia kepada Allah Sang Pencipta, bukan hanya untuk mengatur hubungan manusia dengan Allah, tapi juga hubungan manusia dengan sesamanya, dan dengan dirinya sendiri.

Lahirnya Sistem Islam dari Akidah Islam

Sebagai akidah rasional yang memancarkan sistem, ideologi Islam mempunyai proses yang berbeda dengan Kapitalisme maupun Sosialisme. Jika realitas kehidupan dan akal manusia merupakan satu-satunya sumber bagi Kapitalisme untuk melahirkan sistemnya, sementara faktor produksi dan akal manusia merupakan satu-satunya sumber bagi Sosialisme untuk melahirkan sistemnya, maka Islam berbeda dengan keduanya. Sistem Islam lahir dari sumber yang tetap, yaitu nash-nash syara' yang tetap, Al Quran dan As Sunnah, serta apa yang ditunjukkan oleh keduanya sebagai sumber sistem yang layak, yakni Ijma' Sahabat Rasulullah saw. dan Qiyas; dengan cara memahami nash-nash tersebut, memahami realitas yang terjadi dalam kehidupan, dan mengkompatibelkan realitas dengan nash. Jika realitas itu kompatibel dengan nash, berarti hukum yang terdapat dalam nash tersebut merupakan hukum atas realitas itu. Dan demikian sebaliknya. Dengan mekanisme ini, sistem Islam tidak akan mengalami perubahan sepanjang waktu dan tempat. Pada waktu yang sama, di setiap waktu dan tempat akan lahir para ahli hukum Islam (fuqaha/mujtahid) yang akan mampu menggali hukum (ijtihad) dari nash-nash tersebut untuk menyelesaikan berbagai persoalan baru yang berkembang di tengah-tengah masyarakat.

Adapun sistem yang lahir dari akidah Islam adalah sistem yang mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhannya, manusia dengan sesamanya dan manusia dengan dirinya sendiri. Sistem tersebut meliputi dua aspek: Pertama, penyelesaian masalah (mu'âlajah li masyâkil al-insân), yang meliputi: 'ibadâh, seperti shalat, puasa, zakat, haji dan jihad; mu'âmalah seperti sistem pemerintahan, ekonomi, sosial, pendidikan, dan politik luar negeri; serta akhlâq. Kedua, metode (tharîqah), baik untuk menerapkan Islam, seperti Khilafah Islam, atau menjaga Islam, seperti sanksi hukum ('uqûbât) yang diterapkan oleh Khilafah Islam, ataupun menyebarluaskan Islam, seperti dakwah dan jihad yang diemban oleh Khilafah Islam.

Maka, dengan adanya Khilafah Islam, seluruh penyelesaian masalah yang lahir dari akidah Islam tersebut bisa diterapkan dan dijaga, sehingga tidak ada satupun hukum Islam yang diabaikan, atau bahkan ditinggalkan. Dalam hal ini, al-Ghazâli menyatakan:

"Agama adalah asas, sedangkan sulthan (imam atau khalifah) adalah penjaga; Apa saja yang (tegak) tanpa asas, pasti akan runtuh, sedangkan apa saja yang (ada) tanpa penjaga, pasti juga akan hilang".

Khilafah Islam akan mengadopsi hukum Islam untuk menjadi UUD dan perundang-undangan negara. Dengan cara itulah, hukum-hukum Islam tersebut bisa diterapkan. Ini didukung dengan ketakwaan rakyat, dan kontrol masyarakat yang tinggi terhadap setiap bentuk penyimpangan atau penyelewengan dari hukum tersebut.

Sementara untuk menjaga Islam, sistem sanksi (nizhâm al-'uqûbat) yang dilaksanakan oleh khalifah sebagai bagian dari hukum Islam, benar-benar terbukti mampu menjaga keutuhan ajaran Islam. Mengingat sanksi ini berfungsi sebaga zawâjir (preventif) dan jawâbir (kuratif); preventif bagi orang lain, supaya tidak melakukan kesalahan yang sama, sebagaimana firman Allah:

"Dan dalam qishaas itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa." (Q.s. al-Baqarah: 179)

Dan kuratif bagi orang-orang yang dijatuhi sanksi, sehingga di akhirat tidak akan dijatuhi lagi hukuman oleh Allah, sebagaimana hadits Nabi yang menyatakan:
"Dan siapa saja yang melakukan sesuatu dari perbuatan (dosa) itu, kemudian dikenakan sanksi di dunia,
maka itu merupakan tebusan baginya (di akhirat)." (H.r. al-Bukhâri).
Maka, dengan diterapkannya sanksi tersebut, bukan hanya Islam saja yang terjaga, tetapi juga kemaslahatan vital (al-mashlahah ad-dharûriyyah) ummat manusia pun akan terjaga, baik berkaitan dengan agama, keturunan, akal, jiwa, harta, kehormatan, keamanan maupun negara.
Sementara untuk menyebarluaskan Islam, Khilafah Islam akan melakukan dakwah secara praktis di tengah masyarakat, baik muslim maupun non-muslim, dengan menerapkan Islam secara utuh. Dengan begitu cahaya Islam akan bersinar kembali, dan orang-orang non-muslim akan masuk Islam secara berbondong-bondong. Sementara diluar, Khilafah Islam akan melakukan propaganda tentang Islam, dengan berbagai sarana yang memungkinkan, serta melaksanakan jihad sebagai langkah terakhir untuk menghancurkan tembok penghalang, yang menghalangi sampainya Islam kepada seluruh umat manusia.
Firman Allah SWT.:

"Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi dan (sehingga) ketaatan itu hanya semata-mata untuk Allah." (Q.s. al-Baqarah [2]: 193).

Dengan pemahaman Islam yang utuh seperti inilah para sahabat Rasulullah SAW berhasil melanjutkan dakwah dan kehidupan Islam yang dibangun Rasulullah SAW sehingga Islam di masa mereka tersebar luas dan berdaulat sampai ke hampir 2/3 belahan dunia. Panji-panji tauhid pun berkibar, hukum-hukum Allah yang sempurna ditegakkan, keadilan dan kesejahteraan ditebarkan. Kalau hari ini umat ini ingin mengulangi sukses Rasul dan para sahabatnya serta para pelanjut kejayaan Islam berikutnya, pertama kali yang harus ditempuh adalah melakukan rekonstruksi pemikiran mereka tentang Islam yang utuh, yakni menanamkan kembali pemahaman Islam sebagai mabda atau ideologi. Tidak ada jalan lain. Wallahu'alam!

Rabu, 23 Januari 2013

Selamat Menjadi Orang Aneh!

Di sebuah café terkenal di bilangan MH Thamrin Jakarta, malam pukul 19.00 WIB, digelar pentas dangdut dengan menampilkan penyanyi dangdut Inul Daratista yang terkenal dengan goyang ngebornya. Penontonnya ratusan, ada artis, ada aktor film, ada tokoh LSM, ada pejabat pemerintah, ada anggota DPR, ada pengusaha, ada seniman, dan sebagainya. Penonton bersorak bergembira, semuanya berjoget bergoyang, mengikuti tingkah Inul Daratista di atas panggung.

Nun jauh disana, di sebuah masjid di pinggiran Jakarta, malam pukul 19.00 WIB NurAzizah tengah mengajarkan ilmu tahsin kepada sepuluh muridnya yang masih kecil-kecil. Suara NurAzizah parau. Sudah seminggu ia terserang sakit batuk pilek. Tapi, ia memaksa diri untuk terus datang ke masjid, mengajarkan murid-muridnya ilmu agama. Tidak ada sesuatu yang diharapkan dari murid-muridnya, kecuali ia berharap murid-muridnya serius dan sabar dalam menuntut ilmu Islam.


Sepenggal cerita diatas pasti sering kita lihat di kehidupan kita sehari-hari. Ada si Inul yang memilih dunia entertainment sebagai jalan hidupnya. Ada si Nur yang memilih dunia dakwah sebagai jalan hidupnya. Ada si Somad yang memilih profesi pencopet guna mendapat nafkah. Ada si Dadan yang memilih menulis artikel ini guna mendapat rido Allah (Insya Allah).


Persoalannya, di zaman sekarang ini kebanyakan manusia tidak tahu, tidak mengerti dan tidak peduli mana kebaikan, mana keburukan? Mana kebenaran, mana kesalahan? Mana keuntungan, mana kerugian? Kaum wanita saat ini tak malu lagi membuka aurat selebar-lebarnya guna tampil modern, sementara jilbab dianggap sebagai pakaian kuno dan menindas kehormatan wanita. Kaum politikus di DPR atau pejabat pemerintah saat ini tak segan lagi untuk melakukan korupsi, kolusi dan nepotisme, sementara iman dan taqwa dianggap sudah tidak relevan lagi bagi kaum muslimin. Kaum pemikir, cendekiawan dan ulama saat ini tak takut lagi memelintir ayat AL-Quran dan teks Hadist guna kepentingan pribadi atau kelompoknya, sementara Khilafah Islamiyah dianggap Cuma wacana dan romantisme sejarah.

Mengapa ini bisa terjadi. Jawabannya, manusia telah melupakan, meninggalkan, mencampakkan hukum dan aturan yang telah dibuat oleh si penciptanya, Allah SWT. Manusia juga telah merendahkan, menghinakan seorang utusan Allah yang mulia yaitu Nabi Muhammad SAW. Manusia lebih senang menggunakan menggunakan hukum dan aturan yang dibuat oleh dirinya sendiri.

Lalu apa akibatnya jika manusia dibiarkan melakukan sesuatu tanpa hukum dan aturan dari Allah SWT? Jawabannya adalah kehancuran. Lihatlah negeri Indonesia ini. Kemunkaran dan kemaksiatan ada dimana-mana dan sudah membudaya. Kriminalitas dan demoralisasi terjadi mulai dari tingkat rakyat yang miskin hingga pejabat yang kaya raya.

Sesungguhnya Allah telah memberikan petunjuk kepada manusia agar mereka selamat dan menjadi kaum yang beruntung. Hal itu karena Allah sangat pengasih dan penyayang terhadap manusia, hambanya. Ketika manusia diciptakan, Allah tidak membiarkan manusia hidup bebas tanpa aturan seperti binatang. Manusia diberikan sebuah hukum dan aturan (Islam) yang dapat dipakai untuk mengarungi hidup ini secara baik dan benar.

Dan tiadalah kami mengutus kamu (Muhammad), melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam. (Al-Anbiya: 107)


Sungguh aneh sekali kalau ada manusia yang memilih bersusah payah untuk melakukan kemaksiatan, kemunkaran, kezaliman demi mencari harta, tahta dan wanita. Padahal, apa yang diusahakannya itu nantinya akan sia-sia, bahkan balasannya adalah neraka. Dan sungguh beruntung sekali kalau ada manusia yang memilih bersusah payah melakukan amar makruf nahi munkar demi mencari rido Allah SAW. Manusia jenis ini tentunya adalah manusia yang mulia dan balasannya Surga. Tapi, orang yang berbuat maksiat, munkar dan zalim saat ini punya konotasi wajar ditengah masyarakat. Sementara, orang yang beriman, bertaqwa dikonotasikan aneh. Jadi, bagi yang merasa jadi orang yang beriman, bertaqwa: selamat jadi orang aneh!

Antara Amerika, Kita & Islam



Siapa sih yang nggak kenal Amerika? Kayaknya, kata Amerika hampir ada di setiap kepala manusia di dunia ini. Dan nggak heran kalo muncul banyak persepsi tentang Amerika. Bisa jadi, ada orang yang berpikir bahwa Amerika adalah negara maju dan hebat, tentunya ketika ia melihat perkembangan tek?nologi militer dan komunikasinya. Maklum saja, serdadu Paman Sam ini lebih hebat ketim?bang tentara lain di dunia dalam hal perleng?kapan dan kecanggihan senjatanya. Begitupun da?lam tek?nologi komuni?kasi, Amerika adalah negara yang handal saat ini di bidang itu. Kom?puter dan internet, adalah dua teknologi yang kayaknya sulit dilepaskan dari atribut Amerika. Jadi, kalo ngomong soal komputer dan internet, mesti kita bakalan me?rangkainya dengan kata Amerika.

Itu satu pendapat. Sah-sah aja kok kalo ada yang menilai begitu. Karena kebetulan fak?tanya juga nggak salah-salah amat. Bagi yang punya pandangan lain juga boleh. Itu kan haknya. Misalnya, kalo ada teman remaja yang nyebut Amerika adalah identik dengan film, musik, dan kaum selebnya, itu pun nggak salah. Amrik punya segudang seleb dunia. Lihat saja penampilan seleb Amrik dan seleb manca?negara yang nyari duit di Amrik, macam Britney Spears, Kylie Minogue, Mandy Moore, Jessica Alba, Kristin Kreuk (yang berperan sebagai Lana Lang di film Smallville), Alicia Keys, Natalie Portman, Shakira, Kirsten Dunst (yang berperan sebagai Mary Jane Watson di Spiderman), Zhang Ziyi (yang ngetop lewat Crouching Tiger, Hidden Dragon dan Rush Hour 2), Kelly Hu (yang memerankan Cassandra dalam film The Scorpion King), Anna Kournikova, juga ada Michelle Branch (yang tembangnya bertitel You Set Me Free diangkat jadi tema WNBA-liga basket wanita di Amrik untuk musim kompetisi tahun ini).

Itu seleb cewek, seleb cowok juga segudang. Sebut saja Tom Cruise, Brad Pitt, Leonardo DiCaprio, Justin Timberlake, James Van der Beek, Owen Wilson, Josh Hartnet, Matt Damon, dan seabrek seleb lainnya. Pokok?nya, Amrik adalah basisnya bisnis hiburan dan tempat mangkal untuk jadi penghibur kelas dunia. Itulah Amerika dari sudut pandang lain.

Sobat muda Muslim, ada juga lho yang memandang Amerika adalah negara yang paling arogan sedunia. Utamanya pemimpin negeri itu yang sekarang, George W. Bush. Pandangan seperti ini juga nggak salah, dan sah-sah saja. Karena selama ini Bush dan antek-anteknya kian banyak tingkah. Apalagi dalam setahun ini, Bush jadi tambah kelihatan buasnya. Tragedi WTC 11 September 2001 bikin Bush dan orang-orang Amrik bak kebakaran jenggot. Pasalnya, negara yang katanya paling hebat dalam urusan tekno?logi militer dan biro intelejennya yang cekatan, masih juga kecolongan oleh serangan udara ke menara kembar WTC New York. Hmm.. jadi kita berpikir begini; kecolongan atau emang reka?yasa Amrik aja? Boleh jadi dua-duanya bener. Malah belakangan banyak orang curiga, jangan-jangan tragedi itu direkayasa oleh AS sendiri sebagai dalih untuk menghajar Islam sebagai musuh bebuyutan Bush dan kawan-kawan.

Ternyata, emang banyak pandangan soal Amerika. Beragam deh. Ada yang menganggap Amerika bak dewa penolong, ada juga yang menilai AS sebagai monster. Dua-duanya tak salah. Tergantung siapa yang bicara.

Nah, kalo kita gimana? Yup, di sinilah kita kudu punya wawasan dan kesadaran politik yang bagus dan benar. Jangan cuma melihat berita sepotong-sepotong lalu menyimpulkan. Itu sih nggak bener. Akibatnya apa? Sekarang banyak teman kita yang termakan isu nggak benar dari media massa Amrik. Salah satunya mengkam?panyekan perang melawan teroris. Dan, yang dimaksud teroris oleh Amrik adalah Islam. Jadi, Islam dan umatnya kini jadi sasaran tembak. Celakanya lagi, media massa di sini juga ikut ngom?porin Amrik dan para begundalnya. Hingga akhirnya Islam dan umatnya jadi bulan-bulanan. Sebetulnya, media massa dunia dan di sini secara sadar atau tidak udah mempropa?gandakan budaya Amrik sejak lama. Utamanya dalam soal budaya. Celaka banget kan?

Itu sebabnya, gaya hidup Amerika kini menjelma dalam kehidupan kita. Misalnya aja, banyak remaja yang doyan seks bebas, setelah melihatnya dalam film buatan Amrik. Banyak teman remaja puteri yang ogah mengenakan jilbab. Sebaliknya, dengan sukarela dan suka?hati, plus tanpa malu mereka memamerkan auratnya. Lihat saja bagaimana Nafa Urbach yang ?ikhlas? jadi plagiator gaya Britney Spears. Lihat juga bagaimana Agnes Monica yang super cuek dengan gaya dandannya. Agnes betah mengenakan rok mini yang tak habis menutup pinggulnya. Akibatnya, bukan hanya bagian pusarnya yang jadi tontonan pemirsa, aurat vitalnya pun nyaris terintip. Gaswat!

Amerika sebagai musuh Sobat muda muslim, nggak salah-salah amat kalo kita sebut bahwa Amrik adalah musuh ideologi kita. Amerika sebagai salah satu negara yang mengemban ideologi kapitalisme adalah musuh Islam. Dan jelas kita terlibat di dalamnya. Mau nggak mau kita juga akan men?jadi bagian dari sasaran tembak negerinya Brad Pitt ini. Jadi kudu siap dong? Tepat.

Kita menganggap Amerika sebagai mu?suh bukan dalam masalah teknologi, bukan pula dalam masalah ilmu pengetahuan. Sebab, iptek sifatnya universal. Siapa saja berhak untuk menciptakan dan menggunakan. Tapi kita me?nilai Amerika sebagai musuh ideologi. Sebe?tulnya, mereka sendiri sih yang meno?batkan diri sebagai bagian dari penghalang Is?lam. Itu arti?nya menjadi musuh Islam. Tul nggak?

Dengan begitu, Amerika adalah musuh kita dalam masalah pandangan hidup. Bush sebagai kepala negara AS yang kapitalis jelas akan bertindak sesuai dengan prinsip hidupnya yang dibentuk dari ideologi sekuler itu. Itu sebabnya, ia akan berusaha menghalangi setiap usaha yang dilakukan lawan ideologinya. Maka, begitu gedung WTC ambruk diterjang dua pesawat terbang komersial, Bush langsung sesumbar bahwa pelakunya adalah Osama bin Laden. Dengan kata lain, ia menuduh Islam. Padahal, sampe sekarang pun tak ada bukti atas sangkaan Bush itu. Bukan hanya itu, doi aktif menekan para penguasa muslim dengan arogannya, ?Either you are with us or you are with the terrorist?s,? begitu ancamnya.

Dan jangan heran tentunya, sebab ben?turan peradaban itu niscaya akan terjadi. Islam nggak klop dengan kapitalisme. Mau tahu? Islam itu langsung dibuat oleh Allah Swt. Sementara kapitalisme dibikin oleh manusia. Jadi jelas sekali pertentangannya kan? Sistem mana yang ampuh? Jelas Islam dong. Allah Swt. berfirman: ?Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?? (TQS al-M⩤ah [5]: 50).

Itu sebabnya, kita jangan mudah tergoda dengan bujuk rayu dan godaannya yang ditebar lewat media massa mereka. Entah itu berita seputar politik, ekonomi, apalagi budaya (baca: hiburan). Bukan apa-apa, karena yang dise?barnya adalah racun. Sangat mematikan lagi. Karena yang diserang adalah pemikiran. Pemi?kirannya kacau, pasti perbuatannya juga kacau.

Jadi jangan kaget kalo kemudian Amrik dan Barat kian aktif saja menggempur kita dengan ide-ide sesatnya. Hasilnya, banyak di antara kawan kita yang udah nggak asing lagi dengan maraknya seks bebas, penggunaan nar?koba, pelacuran, dan kriminalitas, nyaris sepe?nuhnya diajarkan oleh Amrik, tentu lewat media massa. Nggak percaya? Lihat saja klip musik di televisi, atau syair-syairnya yang men?jurus ke ?sono?. Tahu kan apa yang kita mak?sud? Sebab, itu bukan ciri dari budaya Islam. Jadi, jangan sampe kita terpengaruh, apalagi menjadi teman dan terekrut menjadi bagian dari peng?amal gaya hidupnya yang amburadul itu. Hati-hati! Allah Swt. berfirman: ?Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang di luar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudha?ratan bagimu. Mereka menyukai apa yang me?nyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka lebih besar lagi. Sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya.? (QS. Ali ?Imr⮠[3]: 118).

Islam sebagai kekuatan

Sobat muda muslim, kamu jangan ngeper duluan kalo kita ajak untuk yang ?syerem-syerem? kayak begini. Mereka yang tak suka umat Islam maju, bakalan nakut-nakutin begitu. Kamu yang tadinya okem dan gambreng banget, terus tiba-tiba pengen aktif ikutan dalam kegiatan remaja masjid, suka diledekin. Pernah lho kejadian, ada anak yang tadinya super okem, terus karena sering bergaul dengan anak-anak remaja masjid, doi akhirnya dapat hidayah Allah. Sadar. Tapi tantangannya berat juga. Doi sering dicemooh dan diledekin sama temen-temennya yang masih jahiliyah. Untungnya kuat iman. Jadi nggak kembali caur. Nah, dalam skala yang gede, maka kalo ada umat Islam yang mulai sadar dan bangkit dengan memahami bahwa Islam adalah ideologi yang kudu diperjuangkan, maka orang-orang yang benci Islam eksis kembali, bakalan sewot berat. Itu pasti. Ujungnya, jangan kaget kalo mereka tidak sekadar nyindir, tapi udah berani pake cara kekerasan. Kita? Jangan takut dong!

Jangan ngeper dan jangan minder, kita di jalur yang bener. Bahkan sebetulnya kita layak untuk bangga sobat. Islam adalah sebuah keku?atan ideologi yang tak tertandingi bila diterap?kan dalam sebuah negara. Salahnya kita adalah, belum banyak kaum muslimin yang memahami Islam sebagai akidah dan syariat, alias ideologi. Dan tentunya, namanya juga ideologi, nggak seru dong kalo nggak diterapkan dalam sebuah negara. Itu sebabnya, ketika banyak orang yang mulai memahami Islam sebagai ideologi, Barat dan Amrik khususnya, mulai gerah dan ketahuan sifat jahatnya. Tampak nyata lho.

Kalo sudah begitu, maka kita nggak boleh tinggal diem aja. Kita kudu melawannya dengan kekuataan yang ada. Sepenuh kemampuan kita. Yang bisa kita lakukan sekarang adalah pandai memilah dan memilih tren yang muncul. Kita jadi paham apa yang harus dilakukan. Misalnya aja, kita nggak tergoda untuk latah ngikut gaya hidupnya kaum seleb. Baik mancanegara mau?pun lokal. Jadi minimal untuk jaga diri deh. Selanjutnya, kita bisa nyebarin ajaran Islam kepada kawan yang lain. Sebab, kalo kita udah memahami Islam sebagai sebuah ideologi, maka akan selalu ada rasa ingin menyebarkan kepada yang lain. Itulah karakter sebuah ideologi. Nggak rela kalo cuma dimiliki sendiri. Karena pengennya semua orang seperti kita. Itulah hebatnya sebuah ideologi. Jadi, mulai sekarang, pahami Islam sebagai sebuah ideologi. Insya Allah bakal memberikan kekuatan yang dahsyat dalam hidup kita. Bukan hanya itu, Islam juga bakal menjadi kekuatan di dunia ini. Dijamin deh! Sabda Rasulullah: ?Perkara ini (Islam) akan merebak di segenap penjuru yang ditem?bus malam dan siang. Allah tidak akan mem?biarkan satu rumah pun, baik gedung maupun gubuk melainkan Islam akan memasukinya se?hingga dapat memuliakan agama yang mulia dan menghinakan agama yang hina. Yang dimuliakan adalah Islam dan yang dihinakan adalah kekufuran? (HR. Ibnu Hibban)

Kita sebagai pejuang

Sudah jelas bagi kita, siapa musuh ideologi yang sebenarnya. Amerika, sebagai negara pengemban ideologi kapitalisme yang paling agresif saat ini harus kita lawan. Dan kayaknya kita nggak pantas deh jadi pecundang. Kita mewarisi semangat juang yang tinggi untuk menjadi pembela kebenaran. Untuk men?jadi pejuang Islam. Caranya? Rasulullah udah ngajarin kita. Waktu masih di Mekkah-belum punya kekuatan penuh, yang dilakukan beliau dan para sahabat adalah pergolakan pemikiran, bahasa kerennya shirra?ul fikriy. Di situ mereka menyerang pemi?kiran orang-orang yang menyembah berhala. Mematahkan berbagai argumentasinya dan menawarkan solusinya, yakni Islam. Baru sete?lah Islam diterapkan sebagai sebuah ideologi negara di Madinah, barulah menggunakan keku?atan dahsyatnya.

Jadi yang bisa kita lakukan sekarang adalah melakukan pergolakan pemikiran. Kita menyerang ide-ide yang dikeluarkan kapitalisme, sosialisme, termasuk komunisme. Kita sampai?kan kepada kaum muslimin tentang kebobrokan ideologi-ideologi buatan manusia itu. Kalo kaum muslimin udah tahu dijamin bakalan ninggalin, bahkan berusaha untuk menghan?curkan ideologi tersebut. Pasti! Bagaimana supaya kita bisa tahu soal itu? Satu-satunya cara adalah belajar. Dengan belajar kita jadi tahu segalanya. Jadi, jangan malas mengkaji Islam ya? Selamat berjuang!